Pesut Mahakam: Penjaga Sungai yang Langka

Pesut Mahakam: Penjaga Sungai yang Langka

Oleh : Nay Silla – TJKT24

Di kedalaman sungai Mahakam yang berliku-liku di Kalimantan Timur, hidup sebuah makhluk yang unik dan langka Pesut Mahakam. Nama latin pesut mahakam adalah Orcaella brevirostris, lebih dikenal sebagai Irrawaddy dolphin secara internasional. Mereka hidup di habitat air tawar seperti sungai dan danau di Asia Tenggara dan beberapa bagian Asia Selatan. Masyarakat setempat memanggilnya “Pesut,” dan mereka percaya bahwa makhluk ini adalah penjaga sungai yang membawa berkah sekaligus peringatan bagi mereka yang bergantung pada Mahakam.

Pesut Mahakam adalah sejenis lumba-lumba air tawar, secara fisik, pesut mahakam memiliki tubuh yang gemuk dan bulat, dengan sirip punggung kecil dan bulat di bagian tengah punggungnya. Warna tubuhnya cenderung abu-abu atau kelabu, dan bagian perutnya lebih terang. Wajahnya bulat, dengan moncong yang pendek dan tidak runcing seperti kebanyakan lumba-lumba laut. Pesut juga memiliki mata kecil yang memberi kesan “ramah.” Ukurannya bisa mencapai panjang 2,3 meter dan berat sekitar 130 kilogram.

Pesut Mahakam dulu pernah berlimpah di sungai Mahakam, terutama sebelum era 1970-an. Pada masa itu, populasi mereka cukup besar, dan pesut sering terlihat oleh masyarakat lokal di sepanjang sungai. Mereka sering terlihat bermain di permukaan air, melompat-lompat dengan riang, dan membawa senyum bagi siapa pun yang melihatnya. Orang-orang desa selalu menyambut kehadiran pesut sebagai tanda bahwa sungai dalam keadaan sehat dan seimbang.

Namun, seiring waktu, jumlah pesut mulai berkurang. Sungai yang dulu jernih mulai tercemar oleh limbah, dan suara bising dari kapal-kapal besar mengusir ketenangan yang pernah ada. Masyarakat mulai jarang melihat pesut. Mereka khawatir, karena mereka percaya bahwa hilangnya pesut bisa menjadi pertanda buruk bagi kehidupan di sekitar sungai.

Secara historis, sulit untuk menentukan jumlah pasti populasi pesut sebelum 1970-an karena data yang tersedia sangat terbatas. Namun, laporan-laporan dari masyarakat lokal dan para peneliti menunjukkan bahwa pesut Mahakam memang jauh lebih sering terlihat dan lebih banyak pada masa tersebut dibandingkan saat ini.

Pesut Mahakam saat ini berada dalam kondisi sangat terancam punah dengan penelitian terbaru yang menunjukkan bahwa populasi saat ini hanya menyisakan sekitar 80 ekor di sungai Mahakam, sedangkan yang sering melewati jalur sungai Pela ada sekitar 20 ekor. Sementara makhluk-makhluk ini dikagumi oleh penduduk setempat, ancaman terbesar mereka adalah belenggu jaring insang.

Wijaya Warman seorang alumni SMK Negeri 1 Samarinda adalah pemuda desa Pela kecamatan Kota Bangun, kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Desa yang berada di tepi anak sungai Mahakam dan ujung mulut danau Semayang ini mayoritas masyarakat  berprofesi sebagai nelayan air tawar dengan etnis Kutai. Wijaya Warman sungguh sangat peduli pada lingkungannya, merasa prihatin. Sejak kecil, ia sering mendengar cerita dari kakeknya tentang betapa pentingnya pesut bagi ekosistem sungai. Ia memutuskan untuk melakukan sesuatu. Dengan bantuan teman-teman sebayanya, Wijaya Warman mulai mengkampanyekan kebersihan sungai dan mendesak para penduduk desa untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Wijaya kemudian bergabung dengan organisasi peduli lingkungan yang konsen pada pelestarian pesut yaitu Yayasan Konservasi RAISA. Menurut hasil penelitian Yayasan tempat Wijaya bernaung, Pesut Mahakam termasuk dalam daftar spesies terancam punah. Populasi mereka terus menurun karena beberapa faktor utama:

  • Degradasi Habitat: Pembangunan di sepanjang sungai Mahakam, seperti pembangunan bendungan, tambang, dan pemukiman manusia, mengganggu ekosistem alami tempat pesut tinggal.
  • Polusi Air: Limbah industri, limbah rumah tangga, dan bahan kimia yang dibuang ke sungai memperburuk kualitas air, mengganggu kesehatan dan sumber makanan pesut.
  • Penangkapan Ikan Berlebihan: Metode penangkapan ikan yang menggunakan jaring insang (gillnets) dan alat tangkap lainnya kerap membuat pesut terjerat, menyebabkan cedera hingga kematian.
  • Lalu Lintas Kapal: Aktivitas transportasi air yang intensif di sungai Mahakam menyebabkan kecelakaan dan tabrakan dengan pesut, yang memperburuk situasi mereka.
  • Perubahan Iklim: Perubahan pola cuaca dapat mempengaruhi ketersediaan ikan yang menjadi sumber makanan utama pesut, serta meningkatkan risiko kematian mereka.

Hari ini Wijaya Warman sedang memimpin rapat dengan para ahli, pemerintah, LSM, perusahaan, akademisi untuk membicarakan cara-cara menyelamatkan Pesut Mahakam dari kepunahan.

Wijaya Warman, “Terima kasih semua sudah hadir pada rapat hari ini. Topik yang akan kita bahas sangat penting, yaitu upaya menyelamatkan Pesut Mahakam dari kepunahan. Kita semua tahu bahwa populasi pesut terus menurun, dan jika kita tidak bertindak sekarang, kita bisa kehilangan spesies ini selamanya. Kita akan membahas langkah-langkah konkret yang bisa kita ambil. Mari kita mulai dengan pandangan umum terkait kondisi pesut saat ini.”

Bapak Dr. Alis Adwan, SE seorang ahli konservasi,  “Terima kasih, Pak Ketua. Berdasarkan data terbaru, jumlah pesut Mahakam terus menurun. Populasi saat ini diperkirakan kurang dari 80 ekor, yang membuat mereka masuk dalam kategori spesies terancam punah. Salah satu faktor terbesar adalah kerusakan habitat, terutama karena aktivitas manusia di sepanjang sungai Mahakam. Polusi air, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, dan tabrakan dengan kapal menjadi ancaman besar bagi mereka.”

Wijaya Warman sambil menyeruput kopi, “Benar sekali. Kita memang harus fokus pada isu-isu utama seperti polusi dan aktivitas manusia yang mengganggu habitat pesut. Apakah ada langkah konkret yang sudah direncanakan sejauh ini?”

Ibu DR. Hj. Isnawati, M. Pd perwakilan Pemkab Kutai Kertanegara, “Dari sisi pemerintah, kita sedang mempersiapkan regulasi yang lebih ketat terkait penangkapan ikan. Kami juga sedang mengusulkan untuk menetapkan zona perlindungan pesut, yaitu area di sungai Mahakam yang akan dilarang untuk penangkapan ikan dan lalu lintas kapal. Selain itu, akan ada pengawasan lebih intensif terhadap pembuangan limbah industri ke sungai.”

Bapak Asrori, S.Pd dari Lembaga Swadaya Masyarakat/Lingkungan,  “Kami dari LSM juga telah bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk memberikan penyuluhan. Nelayan dan penduduk sekitar sungai perlu tahu bagaimana aktivitas mereka berdampak pada pesut. Kami telah mulai memperkenalkan alat penangkap ikan yang lebih ramah lingkungan, yang tidak membahayakan pesut. Selain itu, kami merencanakan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat luas mengenai pentingnya pelestarian Pesut Mahakam.”

Wijaya Warman menanggapai dengan serius, “Bagus. Tapi kita juga perlu solusi jangka panjang. Apakah ada rekomendasi tentang bagaimana kita bisa memulihkan kualitas air di sungai Mahakam?”

Ibu Prof. Yayuk Tri Lestari dari ahli lingkungan ikut menanggapi. “Untuk memulihkan kualitas air, kita perlu memulai dengan pengurangan limbah dari industri dan rumah tangga. Kami menyarankan adanya program pengelolaan limbah di daerah sekitar sungai, serta pembersihan rutin sungai untuk mengurangi polusi yang sudah ada. Selain itu, penting untuk menanam vegetasi di sepanjang sungai untuk membantu menyaring limbah alami sebelum masuk ke air.”

Wijaya Warman menjawab, “Tindakan tersebut terdengar baik. Namun, apakah sudah ada dukungan dana untuk program-program ini?”

Bapak Mohammad Samhari, M. Si dari Badan Pendanaan Konservasi, “Kami sedang menjajaki kerjasama dengan beberapa donor internasional dan sektor swasta yang peduli terhadap isu lingkungan. Beberapa perusahaan besar di Kalimantan Timur juga telah menyatakan minat mereka untuk ikut berkontribusi melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). Dana yang terkumpul nantinya akan digunakan untuk proyek perlindungan pesut serta pemulihan kualitas sungai.”

Wijaya Warman,Baik, dukungan pendanaan juga sangat penting. Jangan lupa kita juga perlu melibatkan akademisi dan peneliti untuk terus memantau kondisi pesut.”

Bapak Prof. DR. Yusak Hudiono dari Universitas Mulawarman menganggapi, “Kami dari kalangan akademisi sudah melakukan beberapa penelitian tentang populasi pesut dan kondisi ekosistem mereka. Selain itu, kami juga menawarkan untuk melakukan pelatihan konservasi bagi masyarakat lokal dan nelayan. Kami yakin dengan data yang kami kumpulkan, kita bisa melakukan intervensi yang lebih tepat dan efisien untuk menyelamatkan Pesut Mahakam.”

Wijaya Warman, “Itu ide bagus. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, LSM, industri, dan akademisi jelas sangat dibutuhkan. Saya ingin kita menyiapkan tindakan jangka pendek dan jangka panjang untuk penyelamatan ini. Sebagai penutup, mari kita rangkum apa yang sudah kita bahas:

  1. Zona perlindungan pesut dan regulasi penangkapan ikan lebih ketat.
  2. Program pengurangan polusi dan pembersihan sungai.
  3. Penyuluhan masyarakat dan penggunaan alat penangkap ikan ramah lingkungan.
  4. Dukungan dana dari sektor swasta dan donor internasional.
  5. Kolaborasi penelitian dari kalangan akademisi untuk tindakan konservasi yang efektif.

Saya harap kita semua bisa bergerak bersama untuk menjaga Pesut Mahakam dari kepunahan. Terima kasih untuk ide-ide dan kerja kerasnya. Mari kita lanjutkan rapat ini dengan membuat timeline aksi yang konkret.”

Suatu hari, ketika Wijaya Warman sedang berpatroli di sepanjang sungai, ia melihat sesuatu yang membuatnya tersenyum lebar. Di kejauhan, sebuah sirip muncul di permukaan air, diikuti oleh tubuh anggun berwarna abu-abu. Itu adalah pesut! Meski hanya satu, kehadirannya membawa harapan besar bagi Wijaya Warman dan seluruh desa.

Wijaya Warman tahu bahwa tugasnya belum selesai. Pesut Mahakam masih membutuhkan perlindungan. Ia terus bekerja keras, mengajak semakin banyak orang untuk peduli pada kelestarian sungai. Ia juga belajar dari para ahli konservasi tentang cara melindungi pesut dari ancaman seperti perburuan ilegal dan kerusakan habitat.

Meskipun tantangan terus datang, Wijaya Warman tidak pernah menyerah. Ia yakin bahwa jika semua stakeholder bersatu baik dari pemerintah, masyarakat, akademisi, LSM, perusahaan, nelayan dan menjaga sungai dengan baik, pesut akan kembali berlimpah di sungai Mahakam. Dan setiap kali melihat seekor pesut melompat dari air, Wijaya Warman merasa bahwa semua usahanya tidak sia-sia. Pesut Mahakam, sang penjaga sungai, adalah simbol harapan dan keberlanjutan hidup bagi semua makhluk di sekitarnya.

Avatar aku

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Flag Counter
 
September 2024
S S R K J S M
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
30  

It’s nice to be important, but more important is to be nice

Prompt tulisan harian
Sebutkan nama-nama atlet profesional yang paling Anda hormati dan alasannya.